Friday, February 22, 2008

Neraka Kare

Masakan Aceh sepintas mirip masakan Padang. Berkuah, santan dan sangat mendewakan daging sebagai bahan olahan. Bukan apa, daging menurut keyakinan orang Aceh adalah cara tuan rumah menghormati tamu. Wah ? lak yo kebayang kalo tamunya vegetarian kek aq. Yang ada serba salah, karena nasi cuma disiram pinggirannya ama kuah rendang ato gulai. Satu-satunya lauk bersahabat diatas meja cuma telur ceplok.

Tapi lepas dari semua itu yang bener-bener jadi perkara perut selama di Aceh adalah neraka kare. Lidah susah betul diajak kompromi. Apalagi dengan kebiasaan bumbu indonesia bagian timur timur yang lebih kental dengan laos, terasi dan daun salam.

Kari yang kental dengan dominasi nuansa bumbu kunyit dan kunir, tadinya aku pikir, ga bakal jauh beda dengan pacri nanas nenek-ku. Yang pasti mi Aceh yang sedang membasahi lidahku, hambar dan terasa tawar, jauh dari rasa gurih apalagi asin. Pedaspun tak nyata. Neraka kare di penghujung senja ulee Lee yang indah.

Tuesday, February 19, 2008

KOPI SOLONG

Wajahnya tirus. Rambut tergerai nyaris sebahu. Style dan gaya jalannya setidaknya masih sama seperti beberapa minggu yang lalu ketika kami berjumpa di jogja setelah sekian lama tidak bersua. Amal Muhibuddin Waly. Rekan, sahabat sekaligus kompatriot jaman kuliah dulu. Siang itu ia sempatkan menjemput di bandara SIM (sultan iskandar muda). Ini adalah perjalan pertama ke tanah gayo, propinsi di ujung barat gugusan kepulauan nusantara. Ladang pertumpahan darat yang menyisakan banyak kisah kepahlawanan.
Siang itu udara cukup panas di tanah Serambi Mekah. Honda grand yang kami kendarai dipacu 90 Km/jam. Rute pertama adalah sebuah objek kuliner terkenal. Kopi Solong namanya. Waktu tempuhnya kurang lebih 30 menit dari blang bintang ke solong. Perjalan terasa menarik karena pak tuo (sebutan sayangku untuk sahabat satu ini) cukup menguasai setiap detail peristiwa yang terjadi didaerah yang kami lewati. Mulai dari kisah Daud Berueh hingga nukilan kisah DOM yang mengusik hati.
Yang disebut warung kopi solong sebenarnya tidak jauh beda dengan warung-warung kopi lain. Hanya saja kalau di jawa orang biasa minum kopi malam, di Aceh ritual minum kopi adalah sebuah tradisi. Hampir 3x setiap hari masyarakat menghabiskan waktu di warung kopi. Sebelum berangkat ke kantor, ketika istirahat kantor dan selepas magrib (sepulang dari kantor). Obrolan warung kopipun cukup beragam mulai dari isu politik sampai gosip rumah tangga. Konon Irwandi Yusuf (Gubernur NAD) cukup sering mampir ke Solong sepulang kantor. Maklum warung kopi ini adalah salah satu warung kopi favoritnya (selain durian Ulee Kareng) .
Sejak tsunami, solong adalah pusat aktifitas para pegiat program bantuan. Tidak sulit menemukan ekspatriat asing dan aktifis NGO lokal disini. Mereka biasanya rutin berkumpul selepas isya hingga pukul 11. Boleh jadi ini seperti minatur jawa kecil, tempat melepas rindu akan kampung halaman.
Bercerita tentang kopi solong mungkin tidak lengkap kalau tidak menyinggung cita rasa kopi. Duduk di meja dekat dengan penggilingan kopi, indra penciuman akan dimanjakan dengan salah satu masterpiece nenek moyang nusantara. Kopi solong adalah rahasia turun temurun dari para petani kopi yang memilih biji kopi yang ditanam khusus di tanah gayo. Tidak begitu jelas memang apa yang menjadi ramuan sehingga kopi bisa mengeluarkan bau harum yang khas. Ada menyebut, itu hasil campuran biji kopi dan sedikit putih telur yang digiling bersamaan. Yang jelas cita rasa kopi ini telah berhasil menarik franchaise besar seperti starbuck untuk menjadi pelanggan utamanya. Seduhan kopi solong mirip excelso, yaitu kopi tanpa ampas. Walaupun bukan penggemar kopi yang maniac, pengetahuanku akan kopi sempat terasah ketika dulu usaha cafe kami buka. Diantara beberapa hal yang cukup ku banggakan hingga saat ini dibidang kulinari.
Kopi solong memiliki kadar pahit yang unique. Tambahan gula yang dimasukkan secara konstan tidak serta merta menghilangkan rasa pahitnya. Justru semakin diaduk aroma kopi akan semakin keluar. Sekali-dua kali cecap, serotin yang diproduksi oleh caffein kopi perlahan mulai bekerja. Meredakan ketegangan seluruh impuls saraf dan memberikan rasa tenang yang menyelimuti perasaan.
Jika berkunjung ke Aceh, saranku, jangan lupa berhenti di Solong. Kopi dan gorengan bakwan-tekwan pasangannya adalah pengalaman tersendiri yang tidak ada duanya. Atau kalau tidak kuat kopi, mungkin bisa juga anda coba sanger (kopi-susu yang dibuat dengan menungangkan dari satu gelas ke gelas lainnya secara berulang-ulang)

Balada Burung Besi

Perjalanan melalui udara seharusnya menjadi perkara menyenangkan. Tapi tidak untuk perjalanan kali ini sepertinya. Jauh sebelum berangkat, 2 hari lalu, Ibu Kota disapu badai, jalanan terendam hingga pinggul orang dewasa. Kecemasan menyergap karena Bandara lumpuh. Penerbangan delay hinggal 12 jam. Kejadian yang (konon) oleh Angkasa Pura di klaim baru terjadi pertama kali dalam 10 tahun terakhir.
Lion tujuan Banda Aceh baru berangkat berangkat pukul 8.35 . Tapi simfoni pagi baru saja kulewati. Taksaka malam selamat sampai di Gambir meski mundur 80 menit dari jadwal. Ada perasaan menang karena tabiat telat transportasi kita berhasil diprediksi dan diantisipasi. Niat untuk sekedar mengisi perut dengan seduhan secangkir coklat panas dan dunkin donat ku urungkan. Langkah kaki buru-buru ku arahkan ke pangkalan Damri statsiun.Ritual pagi lain yang sedianya pun selalu kulakukan terpaksa harus di tunda. Ketegangan cukup jadi penawar sementara yang efektif bagi raungan angin perut.
Terminal 1A Soekarno-Hatta tak ubahnya bak pasar malam. Lautan manusia memadati seluruh kounter keberangkatan. Aplusan petugas check-in tak kuasa menahan umpatan calon penumpang. Penerbangan kemarin yang dibatalkan dinyatakan hangus. Maskapai berdalih mereka bebas dari tanggung jawab karena itu adalah forje majeur. Jujur hati ini sebenarnya sempat ingin ikut protes melihat orang kecil harus saling melukai karena keputusan pemilik modal yang tidak mau merugi.
Gerimis di luar, berpadu dengan wajah-wajah cemas dan letih. Antrian mengekor. Aq pun harus berdiri 1 jam untuk bisa mendapat giliran. Orang tua didepanku sudah mencak-mencak dua kali. Antriannnya diserobot seorang ekspatriat berpakaian perlente dari timur tengah.
Beruntung keseluruhan chaos pagi itu ditutup dengan cuaca bersahabat diseluruh daratan sumatera. 3 kali turbulensi yang menghajar pesawat ketika berada diatas Lampung, lunas dibayar puluhan zamrud pulau andalas yang dapat dinikmati gratis dari balik jendela kabin. Pesawat mendarat mulus di Sultan Iskandar Muda tepat pukul 12.32. Lebih cepat 3 menit. Bonus pertama untuk trip Aceh yang sudah menanti didepan mata.